KEBUDAYAAN SEBAGAI TUJUAN DARI SOSIALISASI
KEBUDAYAAN SEBAGAI TUJUAN DARI SOSIALISASI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sosioantropologi Pendidikan
yang dibina oleh:
Dr. Hj. Ruminiati, M.Si.
Oleh Kelompok 1
Wisda Miftakhul Ulum (107151410104)
Muhammad Fitra R. (107151410106)
Vicky Dwi Wicaksono (107151410109)
Harvey Agil A. (107151410115)
Wibi Gilang Saputro (107151410129)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KSDP S1 PGSD
KELAS F
November 2008
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penyusun mengucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayahNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Kebudayaan Sebagai Tujuan Dari Sosialisasi”.
Penyusunan makalah ini digunakan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosioantropologi Pendidikan yang dibimbing oleh Dr. Hj. Ruminiati, M.Si.
Pada kesempatan ini perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ruminiati, M.Si. selaku dosen pembimbing matakuliah Sosioantropologi Pendidikan.
2. Teman – teman S1 PGSD khususnya kelas F angkatan 2007 yang telah memberikan segala dukungan, nasehat dan bantuannya dalam proses penyusunan tugas ini.
3. Semua pihak yang telah membantu penyelesain tugas ini. Sehingga tugas ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Pepatah mengatakan tidak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu kami sadar dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan, kami mohon maaf dan meminta kepada Ibu dosen, kiranya sudi memberikan kritik dan saran untuk perbaikan selanjutnya. Sekian dari kami semoga tugas ini sesuai dengan apa yang diharapkan dan dapat bermanfaaat bagi yang membacanya.
Malang, November 2008
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG 1
B. RUMUSAN MASALAH ................................................. 1
C. TUJUAN ............................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT 2
B. BENTUK-BENTUK KEBUDAYAAN 2
1. Kebudayaan Materi 3
2. Kebudayaan Non-Materi 3
a. Norma-norma 3
b. Institusi-institusi 4
C. KOMPONEN-KOMPONEN STRUKTUR DARI KEBUDAYAAN ......................................................... 5
1. Elemen-elemen Kebudayaan 5
2. Komplek Kebudayaan 5
3. Pola Kebudayaan 6
D. KONSEP DARI KEPINCANGAN KEBUDAYAAN 7
E. RELATIVISME KEBUDAYAAN 8
1. Panetisme suku atau bangsa (enthosentrisme) 8
2. Goncangan kebudayaa (culture shock) 8
3. Konflik kebudayaan (culture konflik) 10
F. IKHTISAR 10
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebudayaan dan masyarakat memiliki keterkaitan yang sangat erat, sehingga kebudayan dan masyarakat sering dianggap sama. Padahal kebudayaan dan masyarakat memiliki pengertian yang berbeda dari masing-masing istilah tersebut. Sering dinyatakan behwa kebudayaan adalah suatu komponen penting dari struktur sosial. Di dalam makalah ini konsep tersebut diuraikan lagi secara lebih terperinci. Fokus dari uraian yang akan disampaikan disini adalah mengenai kebudayaan bagian utama yang disampaikan kepada individu didalam proses sosialisasi. Didalam pengertian ini kebudayaan dipandang sebagai tujuan sosialisasi.
Karena permasalahan di atas penulis menulis makalah yang berjudul kebudayaaan tujuan dari sosialisasi. Dalam makalah ini akan dibahas tentang kebudayaan dan masyarakat secara jelas.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian kebudayaan dan masyarakat?
2. Apa saja bentuk-bentuk kebudayaan dalam masyarakat?
3. Komponen-komponen apa saja yang terdapat di dalam kebudayaan?
4. Bagaimana partisipasi kebudayaan dalam masyarakat?
5. Bagaimanakah relatifisme kebudayaan sebagai perwujudan dan arti penting kebudayaan?
C. TUJUAN
1. Mengetahui secara jelas kebudayaan dan masyarakat.
2. Mengenal bentuk-bentuk kebudayaan dalam masyarakat.
3. Mengetahui komponen-komponen yang terdapat di dalam kebudayaan.
4. Mengetahui partisipasi kebudayaan dalam masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT
Istilah kebudayaan dan masyarakat (society), keduanya belum dibedakan satu sama lain. Maka sudah selayaknya pembedaan ini diberikan karena ke dua unsur itu sering kali dikacaukan maksudnya. Secara khusus, kebudayaan dapat dipandang sebagai semua cara hidup (way of life) yang dipelajari dan diharapkan, yang sama-sama diikuti oleh para anggota dari suatu kelompok masyarakat tertentu. Kebudayaan ini meliputi semua bangunan, perkakas, dan benda-benda fisik lainnya yang dikenal oleh kelompok tersebut. Dari definisi ini orang dapat melihat bahwa kebudayaan itu tidak saja meliputi cara-cara berpikir dan berbuat yang dianggap benar oleh suatu kelompok masyarakat, melainkan juga meliputi hasil-hasil daya usaha yang lebih bisa disaksikan dengan mata dan dapat diraba.
Suatu kelompok masyarakat (society) ialah sekelompok orang yang sedikit banyak terorganisir untuk mengadakan syarat-syarat yang diperlukan untuk dapat hidup harmonis antara satu sama lain. Suatu kelompok masyarakat itu mampu berfungsi sebagaimana mengenai tindak-tanduk manakah yang dipandang baik dan benar. Aturan-aturan ini, secara umum, membentuk kebudayaan (dan melahirkan tata aturan dasar) dari kelompokmasyarakat tadi. Inilalah perbadaan pokok antara manusia dan kebudayaan.
B. BENTUK-BENTUK KEBUDAYAAN
Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk mengklasifikasikan corak atau isi atau bentuk kebudayaan. Walaupun begitu, berbagai macam klasifikasi yang dibuat oleh para ahli ilmu social itu bukan berbeda-bada dalam spesifikasinya. Para ahli sosiologi pada umumnya sependapat bahwa isi dari kebudayaan itu dibagi menjadi dua buah unsur komponen yang nyata, yaitu komponen material dan non-material.
1. Kebudayaan Materi
Kebudayaan materi dari suatu kebudayaan itu meliputi segala sesuatu yang telah diciptakan dan digunakan oleh manusia dan mempunyai bentuk yang dapat dilihat dan diraba. Komponen-komponen semacam itu mungkin meliputi tempeyan-tempeyan tanah liat yang dibuat oleh suatu suku bangsa primitif maupun kapsul-kapsul ruang angkasa yang dibuat serta diluncurkan oleh para ahli yang trepandai dari suatu suku bangsa yang sudah maju. Kedua benda itu ditandai dengan adanya suatu bentuk fisik dan hal unulah yang menggolongkan kedua jenis benda tersebut didalam ruang lingkup kebudayaan materi. Dengan kata lain, eksistensi yang kongkrit dari suatu produk buatan manusia, tanpa memandan apapun juga ukuran, kerumitan pembuatan, tujuan, ataupun bentuknya, memberikan ciri kepada kebudayaan materi itu. Rumah, pakaian, mobil, kapal, gedung dan pesawat televise, semua ini adalah contoh-contoh dari kebudayaan materi tersebut.
2. Kebudayaan Non-Materi
Aspek non materi dari kebudayaan itu merangkum semua karya manusia yang ia gunakan untuk menjelaskan serta dijadikan pedoman bagi tindakan-tindakannya, dan itu tidak hanya dapat ditemukan dalam pikirannya orang-orang. Dikenal dua buah kategori dari kebudayaan non materi.
a. Norma-norma
Norma-norma itu dapat didevinisikan sebagai setandar-setandar tingkah laku yang terdapat didalam semua masyarakat, seperti bagaimana caranya berpakaian pada peristiwa-peristiwa tertentu atau bagaimana menegur atau menyapa orang-orang dikelas-kelas berlainan.
Istilah norma itu diinterpretasikan mencakup pengetahuan, keyakinan dan nilai-nilai. Konsep-konsep ini telah banyak didevinisikan dan dibahas sebagai unsure-unsur dari sistem-sistem sosial. Walaupun begitu, tidak ada salahnya bila dikemukakan bahwa semua pengertian yang ada pada pikiran manusia tentang dirinya sendiri, dunianya, serta hubungan dengan sesamanya membentuk kumpulan ide-ide (norma-norma) mereka.
Didala pengertian kebudayaan, ide-ide merangkum folklore (kisah-kisah rakyat), doktrin-doktrin keagamaan, teori-teori dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, filsafat pendidikan dan pemerintahan, aturan-aturan olahraga, perasaan-perasaan abstrak, system-sistem moralitas serta etika, maupun penjelasan-penjelasan lain dari dunia dimana seorang itu hidup.
b. Institusi-institusi
Institsi-institusi social pada hakikatnya adalah kumpulan-kumpulan dari norma-norma (struktur-struktur social) yang telah diciptakan untuk dapat melaksanakan suatu fungsi dari masyarakat.
Orang memandang “keluarga” (family) sebagai kelompok social tetapi dia tidak boleh mengacaukan konsep ini dengan KELUARGA, sebagai institusi social.
Sebagai institusi social keluarga bukanlah sebuah kelompok melainkan serangkaian pola-pola tingkah laku yang berhubungan dengan fungsi-fungsi untuk melahirklan (menurunkan) keturunan dan berfungsi sebagai perlengkapan masyarakat didalam membentuk warga yang mencerminkan identitas tempat. Keluarga sebagai sebuah kelompok social menjalankan banyak fungsi-fungsi institusi yang berhubungan dengan institusi-institusi diluar KELUARGA, seperti misalnya agama atau politik.
Norma-norma dan institusi-institusi dapat dikaitkan dengan cara demikian. Keyakinan terhadap monogamy atau terhadap keesaan Tuhan adalah ide-ide yang dapat diklasifikasikan sebagai norma-norma tunggal. Institusi KELUARGA dan agam terbentuk dari suatu paduan norma-norma yang mencakup norma kawin dengan hanya seorang istri didalam institusi yang pertama dan norma menyembah hanya satu Tuhan di dalam institusi yang kedua.
C. KOMPONEN-KOMPONEN STRUKTUR DARI KEBUDAYAAN
Penyelidik yang berminat untuk mengadakan suatu analisa yang cermat dan terperinci terhadap suatu kebudayaan tertentu, pada umumnya berpatokan pada apa yang disebut komponen-komponen struktur dari kebudayaan. Ini adalah suatu cara untuk meninjau isi atau susunan dari kebudayaan, yang mempumyai keuntungan-keuntungan analistis tertentu.
1. Elemen-elemen Kebudayaan (culture Traits)
Unit terkecil dari kebudayaan yang dapat diidentifisir (kenali) disebut istilah elemen kebudayaan. Suatu elemen kebudayaan materi boleh jadi lebih mudah dikenali dari pada suatu kebudayan non materi. Setiap kebudayaan benar-benar memiliki beribu-ribu cirri kebudayaan, yang dianggap sebagai unit-unit dasar dari kebudayaan itu.
2. Komplek Kebudayaan
Istilah yang dipakai untuk menyatakan suatu kombinasi dari elemen-elemen yang saling berkaitan yang membentuk persyaratan-persyaratan untuk situasi-situasi atau aktifitas-aktifitas ialah komplek kebudayaan. Kadang-kadang ada kekacauan mengenai perbedaan antara kata-kata elemen dan komplek. Sebenarnya, elemen-elemen kebudayan yang sama didalam peristiwa yang satu dapat disebut sebagai trait tetapi didalam peristiwa lain disebut sebagai komplek. Kontradiksi yang nyata ini akan dapat didekatkan satu sama lain melalui kontek dari pokok pembicaraan. Suatu aturan yang baik untuk diikuti ialah bahwa trait-trait merupakan unut-unit atau bagian-bagian terkecil yang mempunyai nilai penting secara langsung guna memahami komplek kebudayaan tertentu.
3. Pola Kebudayaan
Komplek-komplek kebudayaan juga saling terpadu untuk membentuk unit-unit yang lebih luas dari kebudayaan. Unit-unit terakhir ini disebut dengan istilah pola-pola dan konfigurasi-konfigurasi kebudayaan.
D. TIPE-TIPE PARTISIPASI KEBUDAYAAN
1. Partisipasi menyeluruh (universal), adalah trait-trait kebudayaan yang diperlukan bagi seluruh anggota masyarakat. Kemenyeluruhan kebudayaan itu diperlukan untuk eksistensi mereka di dalam suatu masyarakat bangsa tertentu, dan ini mencakup undang-undang serta adapt kebiasaan yang berhubungan dengan kehidupan keluarga, persekolahan, aktivitas-aktivitas bisnis, dan aktivitas tertentu dari pemerintahan.
2. Partisipasi Pilihan (Alternatives), adalah situasi-situasi dimana individu bisa memilih beberapa kemungkinan tindakan yang sama, atau hampir sama baiknya dimata masyarakat yang lebih besar
3. Partisipasi Kekususan (speciality) adalah aspek-aspek unuk dalam kebudayaan yang tidak diikuti oleh khalayak ramai secara umum. Semua kelompok masyarakat yang besar meliputi kelompok-kelompok yang dapat dikatakan khusus, didalam pengertian profesi, pekerjaan, atau agama.
E. KONSEP SUB KEBUDAYAAN
Semua masyarakat yang besar dan komplek memiliki cirri adanya kelompok-kelompok orang-orang yang memiliki cara-cara bertingkah laku secara khusus. Tingkah laku kelompok-kelompok semacam itu ditolerir oleh kelompok masyarakat yang lebih besar selama nilai-nilai masyarakat itu tidak diganggu gugat, meskipun secara umum orang mengetahui perbedaan yang ada. Sesungguhnya, ada batas toleransi yang berkisar dari suatu tingkat kecemasan yang tidak seberapa pada pihak kelompok masyarakat yang lebh besar (seperti misalnya sewaktu trait-trait kebudayaan yang ganjil dari para pembangkang atau non-konformis berada didalam ruang lingkup folkways), sampai kepada tingkat kecemasan yang besar bila mengalami ancaman atau diperkosa.
Istilah yanh dipakai untuk menyatakan kelompok-kelompok didalam sebuah masyarakat besar (society) yang memiliki sebuah kekhususan pola tingkah laku dengan jelas dapat dilihat ialah sub-kebudayaan. Kelompok-kelompok semacam itu sama-sama merupakan bagian dari kebudayaan total dari masyarakat besar itu, tetapi traut-trait kebudayan khusus mereka jumlahnya terlalu banyak dan terlalu unik bagi anggota-anggota kelompok-kelompok tadi sehingga tidak dapat dikatakan sebagai pertisipasi kekhususan. Sub-sub kebudayaan itu bisa timbul karena adanya sejumlah sebab, misalnya perbedaan latar belakang kebangsaan, perbedaan-perbedaan didalam corak pekerjaan, perbedaan kelas, perbedaan agama, dan pengalaman-pengalaman khusus lainnya.
F. KONSEP DARI KEPINCANGAN KEBUDAYAAN (CULTUREL LAG)
Iistilah Culturel Lag ini dikemukakan oleh Ogburn untuk menjelaskan situasi bila suatu bagian atau fase dari sebuah kebudayaan ketinggalan atau terbelakangdari bagian lain sehingga menimbulkan semacam kepincangan.
Ogburn merasa yakin bahwa aspek-aspek teknologi dari kebudayaan cenderung berkembang lebih cepat dibandingkan perkembangan dari cara menggunakan benda-benda itu. Selang waktu antara saat benda itu dikenalkan pertama kalinya dan saat benda ini diterima secara umum dan orang bisa menyesuaikan diri terhadapnya, ia sebut dengan istilah Culturel Lag.
Sudah lazim bahwa hasil-hasil ciptaan baru akan membutuhkan aturan-aturan serta pengertian baru yang berlawanan dengan hukum-hukum serta cara-cara bertindak yang lama. Beberapa kelompok kebudayaan memiliki sifat keterbukaan sedemikian rupa sehingga mereka malahan mengharapkan timbulnya perubahan itu dan m,enerimanya dengan mudah tanpa mengalami culturel lag yang terlalu besar. Sebagian masyarakat lagi sifatnya lebih tradisional dan waktu yang dibutuhkan untuk culturel lag lebih lama, itupun kalau masyarakat-masyarakat tersebut bisa berubah.
G. RELATIVISME KEBUDAYAAN : PERWUJUDAN DAN ARTI PENTINGNYA
Standar-standar tingkahlaku berhubungan dengan kebudayaan dimana standar-standar itu berlaku, yaitu suatu gejala yang disebut dengan istilah relativitas kebudayaan. Relativisme kebudayaan mejelaskan apa penyebab suatu perbuatan tertentu seperti memakai pakaian tanpa penutup dada dipandang pantas di dalam sebuah kebudayaan tertentu, sebaliknya hal itu dianggap sebagai perbuatan yang amoral dalam kebudayaan yang lain.
Sifat relative dari kebudayaan itu memberikan suatu penjelasan mengenai tingkah laku. Tiga dari perwujudan dan konsekuensi tingkah laku sebagai akibat prasarat yang ditentukan oleh kebudayaan yang ditinjau di sini :
1. Panetisme suku atau bangsa ( enthosentrisme)
Ethosentrisme ialah istilah yang dipakai untuk menyatakan kecenderungan menilai kebudayaan lain dibandingkan kebudayaannya sendiri. Kebanyakan individu bahkan mereka yang sudah memiliki tingkat pendidikan tinggi, pasa satu saat akan jatuh menjadikorban dari ethosentrisme ini. Foster mengisahkan tentang hal ini, yang diceriatakan kembali oleh seorang ahli antropologi wanita yang terlatih (Virginia Gutierrez de Pineda) yang mengadakan penyelidikan lapangan di kalangan orang-orang Indian Guafiro yang memelihara ternak di Semenanjung Guafiro di Colombia. Di dalam membuat analisa yang cermat, akan bisa membantu juga jika bisa membedakan antara kebudayaan yang ideal dari sebuah masyarakat dankebudayaan yang nyata dari kebudayaan. Besar kemungkinan akan berkurangnya ethosentrisme pada seorang ahli sesudah ia berlatih dengan kebudayaan sendiri sebagai subjeknya.
2. Goncangan kebudayaan (culture shock)
Istilah culture shock inipertama dipopulerkan oleh Kalervo Oberg. Ia menggunakan istilah ini untuk menyatakan dengan apa yang ia sebut sebagai suatu penyakit jabatan dari orang-orang yang dipindahkan ke dalam suatu kebudayaan yang berbeda dari kebudayaannya sendiri. Oberg menyatakan culture shock ini merupakan bentuk penyakit mental, yaitu penyakit yang tidak disadari oleh korbannya. Oberg mengemukakan empat tahap yang membentuk culture shock bagi orang-orang yang terjun dibidang karier.
Tahap pertama atau tahap inkubasi ialah tahap suatu orang merasakan sebagai suatu pengalaman baru yang menarik.
Tahap kedua dtandai dengan suatu perasaan dendam dan tahap ini disebut dengn tahap krisis. Pada hal ini korban culture shock itu bersikap agresif dan bersekutu dengan orang-orang sebangsanya untuk mencemooh segala sesuatu yang dianggap buruk di negara yang ia datangi itu, dan pertemuan yang mereka adakan sesam mereka selalu memperdengarkan kritik-kritik yang mereka lontarkan terhadap corak kehidupan serta penduduk disitu, dan mereka akan menganggap semua penduduk itu buruk.
Tahap ketiga disebut tahap penyembuhan, pada tahap ini individu mampu memahami tanda-tanda yang bisa mereka pakai untuk mengorientasikan dirinya ke dalam kebudayaan yang baru itu, ia sudah sedikit banyak menguasai bahasa di situ sehingga ia tidak merasa lagi seratus persen terasing dari kalangan pergaulan dan ia akan dapat manyelesaikan masalah-masalah kehidupan yang biasa tanpa merasakan lagi adanya frustasi. Tanda terbaik untuk mengetahui bahwa orang itu sudah sembuh dari culture shock yaitu dengan kembalinya perasaan humor kedalam diri orang itu.
Tahap keempat yang disebut dengan tahap penyesuaian diri (adjustment), ini tidak berarti seseorang itu bisa membanggakan sesuatu yang ia lihat di negeri yang baru itu, tetapi disini ia tidak lagi memberontak kepada masyarakat atau adat-istiadat masyarakat negara itu.
3. Konflik kebudayaan ( culture konflik)
Di muka telah dijelaskan tentang konflik yang bisa timbul diantara anggota-anggota kebudayaan satu dengan anggota kebudayaan lain. Di Amerika Serikat dewasa ini terdapat banyak orang menimbulkan konflik kebudayaan di dalam pandangan mereka terhadap hal-hal seperti misalnya pembatasan kelahiran, pembacaan kitab injil di sekolah-sekolah, dan hubungan antar ras dapat dogolongkan ke dalam konflik kebudayaan dan masalah-masalah yang dihadapi oleh para imigran.
Konflik dipandang sebagai unsur normatif dari sebuah organisasi social. Karena itu para psikolog berusaha untuk mengembangkan sub-sub keahliannya, seperti tentang sosiologi kemiliteran.
H. IKHTISAR
Tujuan sosialisai adalah kebudayaan atau hubungan antar individu itu dengan kebudayaan. Karena itulah kenapa peril memahami masalah-masalah yang sehubungan dengan itu.
Pertama yang harus dipahami adalah perbedaan antara kebudayaan dan masyarakat. Dua istilah ini sering dicampur adukan karena kedua hal ini saling berkaitan. Kedua faktor itu dapat dibedakan dengan membayangkan suatu masyarakat itu terdiri dari orang-orang yang pada umumnya bertindak menurut aturan pokok tertentu tentang bagaimana sebaiknya bertindak, dan aturan ini menggambarkan kebudyaan mereka.
Norma-norma yaitu ide-ide dan nilai-nilai yang berhubungan dengan standar tingkah laku, termasuk ke dalam lingkungan kebudayaan non-materi, sebagaimana halnya pranata-pranata sosial, yang terbentuk dari norma-norma.
Komponen struktur kebudayaan membentuk suatu kerangka patokan untuk mencatat dan menganalisa tingkah laku yang konkrit. Elemen-elemen kebudayan dipandan sebagai unit terkecil dari kebudayaan yang dapat diketahui. Suatu kombinasi trait-trait yang berkaitan membentuk persyaratan yang perlu untuk akivitas tertentu dipandang sebagai sebuah kompleks. Kompleks kebudayaan yang bersatu untuk membentuk unit-unit kebudayaan yang lebih besar, disebut pola-pola kebudayaan.
Culture lag menyatakan situasi yang timbul bila salah satu aspek kebudayaan ketinggalan di belakang aspek lain, misalnya bila kemajuan teknologi sudah melampaui perkembangan hokum yang ada. Bila suatu praktek telah kehilangan arti penting fungsinya, akan tepati masih dipertahankan karena adat-istiadat menghendakinya, praktek tersebut disebut suatu cultural survival.
Standar tingkah laku berkaitan dengan kebudayaan dimana standar itu ada, suatu fenomena yang disebut dengan relativitas kebudayaan. Ethosentrisme adalah praktek menilai kebudayaan lain atas dasar kebudayaan sendiri, dan itu merukan suatu masalah yang timbul akibat kerelatifan kebudayaan. Culture shock, keadaan mental yang dialami oleh seorang yang masuk ke dalam kebudayaan baru, juga berhubungan dengan perbedaan-perbedaan yang ada diantara kebudayaan yang satu dan kebudayaan yang lain. Konflik kebudayaan timbul akibat dari relativitas kebudayaan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Istilah kebudayaan dan masyarakat (society), keduanya belum dibedakan satu sama lain. Maka sudah selayaknya pembedaan ini diberikan karena ke dua unsur itu sering kali dikacaukan maksudnya. Secara khusus, kebudayaan dapat dipandang sebagai semua cara hidup (way of life) yang dipelajari dan diharapkan, yang sama-sama diikuti oleh para anggota dari suatu kelompok masyarakat tertentu.
Suatu kelompok masyarakat (society) ialah sekelompok orang yang sedikit banyak terorganisir untuk mengadakan syarat-syarat yang diperlukan untuk dapat hidup harmonis antara satu sama lain.
Para ahli sosiologi pada umumnya sependapat bahwa isi dari kebudayaan itu dibagi menjadi dua buah unsur komponen yang nyata, yaitu komponen material dan non-material
Aspek non materi dari kebudayaan itu merangkum semua karya manusia yang ia gunakan untuk menjelaskan serta dijadikan pedoman bagi tindakan-tindakannya, dan itu tidak hanya dapat ditemukan dalam pikirannya orang-orang. Dikenal dua buah kategori dari kebudayaan non materi.
a. Norma-norma
b. Instutusi-instutusi
Komponen-komponen struktur dari kebudayaan yakni : Elemen-elemen Kebudayaan (culture Traits); Komplek Kebudayaan; Pola Kebudayaan.
TIPE-TIPE PARTISIPASI KEBUDAYAAN
1. Partisipasi menyeluruh (universal)
2. Partisipasi Pilihan (Alternatives
3. Partisipasi Kekususan (speciality)
Sifat relative dari kebudayaan itu memberikan suatu penjelasan mengenai tingkah laku. Tiga dari perwujudan dan konsekuensi tingkah laku sebagai akibat prasarat yang ditentukan oleh kebudayaan yang ditinjau di sini: panetisme suku atau bangsa ( enthosentrisme); Goncangan kebudayaan (culture shock); Konflik kebudayaan ( culture konflik).
HASIL DISKUSI KELOMPOK 1
Pertanyaan:
1. Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat untuk menjaga kebudayaan?
2. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan materi?
3. Apa yang dimaksud kebudayaan non materi apa saja yang meliputi didalamnya?
4. Kebudayaan non materi meliputi apa saja dan jelaskan?
5. Apa saja tipe-tipe partisipasi kebudayan? Dan jelaskan!
6. Apakah yang dimaksud dengan relatifitas kebudayaan?
Jawaban:
1. >Melestarikan kebudayaan dengan cara, yaitu dengan jalan memberikan sosialisasi tentang pentingnya kebudayaan local sebagai cikal bakal kebudayaan nasional
>Dengan cara membelejarkan kebudayaan daerah kepada generasi penerus agar kebudayaan tersebut tidak punah atau diklaim pihak lain.
2. Adalah suatu kebudayaan yang meliputi segala sesuatu yang telah diciptakan dan digunakan oleh manusia dan mempunyai bentuk yang dapat dilihat dan diraba.
3. Adalah semua karya manusia yang ia gunakan untuk menjelaskan serta dijadikan pedoman bagi tindakan-tindakannya, dan itu tidak hanya dapat ditemukan dalam pikirannya orang-orang.
4. Norma-norma
Norma-norma itu dapat didevinisikan sebagai setandar-setandar tingkah laku yang terdapat didalam semua masyarakat, seperti bagaimana caranya berpakaian pada peristiwa-peristiwa tertentu atau bagaimana menegur atau menyapa orang-orang dikelas-kelas berlainan.
Institusi-institusi
Institsi-institusi social pada hakikatnya adalah kumpulan-kumpulan dari norma-norma (struktur-struktur social) yang telah diciptakan untuk dapat melaksanakan suatu fungsi dari masyarakat.
5. Partisipasi menyeluruh (universal), adalah trait-trait kebudayaan yang diperlukan bagi seluruh anggota masyarakat. Kemenyeluruhan kebudayaan itu diperlukan untuk eksistensi mereka di dalam suatu masyarakat bangsa tertentu, dan ini mencakup undang-undang serta adapt kebiasaan yang berhubungan dengan kehidupan keluarga, persekolahan, aktivitas-aktivitas bisnis, dan aktivitas tertentu dari pemerintahan.
Partisipasi Pilihan (Alternatives), adalah situasi-situasi dimana individu bisa memilih beberapa kemungkinan tindakan yang sama, atau hampir sama baiknya dimata masyarakat yang lebih besar
Partisipasi Kekususan (speciality) adalah aspek-aspek unuk dalam kebudayaan yang tidak diikuti oleh khalayak ramai secara umum. Semua kelompok masyarakat yang besar meliputi kelompok-kelompok yang dapat dikatakan khusus, didalam pengertian profesi, pekerjaan, atau agama.
6. Standar-standar tingkahlaku berhubungan dengan kebudayaan,
dimana standar-standar itu berlaku. Relativisme kebudayaan mejelaskan apa penyebab suatu perbuatan tertentu seperti memakai pakaian tanpa penutup dada dipandang pantas di dalam sebuah kebudayaan tertentu, sebaliknya hal itu dianggap sebagai perbuatan yang amoral dalam kebudayaan yang lain.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sosioantropologi Pendidikan
yang dibina oleh:
Dr. Hj. Ruminiati, M.Si.
Oleh Kelompok 1
Wisda Miftakhul Ulum (107151410104)
Muhammad Fitra R. (107151410106)
Vicky Dwi Wicaksono (107151410109)
Harvey Agil A. (107151410115)
Wibi Gilang Saputro (107151410129)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KSDP S1 PGSD
KELAS F
November 2008
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penyusun mengucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayahNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Kebudayaan Sebagai Tujuan Dari Sosialisasi”.
Penyusunan makalah ini digunakan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosioantropologi Pendidikan yang dibimbing oleh Dr. Hj. Ruminiati, M.Si.
Pada kesempatan ini perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ruminiati, M.Si. selaku dosen pembimbing matakuliah Sosioantropologi Pendidikan.
2. Teman – teman S1 PGSD khususnya kelas F angkatan 2007 yang telah memberikan segala dukungan, nasehat dan bantuannya dalam proses penyusunan tugas ini.
3. Semua pihak yang telah membantu penyelesain tugas ini. Sehingga tugas ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Pepatah mengatakan tidak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu kami sadar dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan, kami mohon maaf dan meminta kepada Ibu dosen, kiranya sudi memberikan kritik dan saran untuk perbaikan selanjutnya. Sekian dari kami semoga tugas ini sesuai dengan apa yang diharapkan dan dapat bermanfaaat bagi yang membacanya.
Malang, November 2008
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG 1
B. RUMUSAN MASALAH ................................................. 1
C. TUJUAN ............................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT 2
B. BENTUK-BENTUK KEBUDAYAAN 2
1. Kebudayaan Materi 3
2. Kebudayaan Non-Materi 3
a. Norma-norma 3
b. Institusi-institusi 4
C. KOMPONEN-KOMPONEN STRUKTUR DARI KEBUDAYAAN ......................................................... 5
1. Elemen-elemen Kebudayaan 5
2. Komplek Kebudayaan 5
3. Pola Kebudayaan 6
D. KONSEP DARI KEPINCANGAN KEBUDAYAAN 7
E. RELATIVISME KEBUDAYAAN 8
1. Panetisme suku atau bangsa (enthosentrisme) 8
2. Goncangan kebudayaa (culture shock) 8
3. Konflik kebudayaan (culture konflik) 10
F. IKHTISAR 10
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebudayaan dan masyarakat memiliki keterkaitan yang sangat erat, sehingga kebudayan dan masyarakat sering dianggap sama. Padahal kebudayaan dan masyarakat memiliki pengertian yang berbeda dari masing-masing istilah tersebut. Sering dinyatakan behwa kebudayaan adalah suatu komponen penting dari struktur sosial. Di dalam makalah ini konsep tersebut diuraikan lagi secara lebih terperinci. Fokus dari uraian yang akan disampaikan disini adalah mengenai kebudayaan bagian utama yang disampaikan kepada individu didalam proses sosialisasi. Didalam pengertian ini kebudayaan dipandang sebagai tujuan sosialisasi.
Karena permasalahan di atas penulis menulis makalah yang berjudul kebudayaaan tujuan dari sosialisasi. Dalam makalah ini akan dibahas tentang kebudayaan dan masyarakat secara jelas.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian kebudayaan dan masyarakat?
2. Apa saja bentuk-bentuk kebudayaan dalam masyarakat?
3. Komponen-komponen apa saja yang terdapat di dalam kebudayaan?
4. Bagaimana partisipasi kebudayaan dalam masyarakat?
5. Bagaimanakah relatifisme kebudayaan sebagai perwujudan dan arti penting kebudayaan?
C. TUJUAN
1. Mengetahui secara jelas kebudayaan dan masyarakat.
2. Mengenal bentuk-bentuk kebudayaan dalam masyarakat.
3. Mengetahui komponen-komponen yang terdapat di dalam kebudayaan.
4. Mengetahui partisipasi kebudayaan dalam masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT
Istilah kebudayaan dan masyarakat (society), keduanya belum dibedakan satu sama lain. Maka sudah selayaknya pembedaan ini diberikan karena ke dua unsur itu sering kali dikacaukan maksudnya. Secara khusus, kebudayaan dapat dipandang sebagai semua cara hidup (way of life) yang dipelajari dan diharapkan, yang sama-sama diikuti oleh para anggota dari suatu kelompok masyarakat tertentu. Kebudayaan ini meliputi semua bangunan, perkakas, dan benda-benda fisik lainnya yang dikenal oleh kelompok tersebut. Dari definisi ini orang dapat melihat bahwa kebudayaan itu tidak saja meliputi cara-cara berpikir dan berbuat yang dianggap benar oleh suatu kelompok masyarakat, melainkan juga meliputi hasil-hasil daya usaha yang lebih bisa disaksikan dengan mata dan dapat diraba.
Suatu kelompok masyarakat (society) ialah sekelompok orang yang sedikit banyak terorganisir untuk mengadakan syarat-syarat yang diperlukan untuk dapat hidup harmonis antara satu sama lain. Suatu kelompok masyarakat itu mampu berfungsi sebagaimana mengenai tindak-tanduk manakah yang dipandang baik dan benar. Aturan-aturan ini, secara umum, membentuk kebudayaan (dan melahirkan tata aturan dasar) dari kelompokmasyarakat tadi. Inilalah perbadaan pokok antara manusia dan kebudayaan.
B. BENTUK-BENTUK KEBUDAYAAN
Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk mengklasifikasikan corak atau isi atau bentuk kebudayaan. Walaupun begitu, berbagai macam klasifikasi yang dibuat oleh para ahli ilmu social itu bukan berbeda-bada dalam spesifikasinya. Para ahli sosiologi pada umumnya sependapat bahwa isi dari kebudayaan itu dibagi menjadi dua buah unsur komponen yang nyata, yaitu komponen material dan non-material.
1. Kebudayaan Materi
Kebudayaan materi dari suatu kebudayaan itu meliputi segala sesuatu yang telah diciptakan dan digunakan oleh manusia dan mempunyai bentuk yang dapat dilihat dan diraba. Komponen-komponen semacam itu mungkin meliputi tempeyan-tempeyan tanah liat yang dibuat oleh suatu suku bangsa primitif maupun kapsul-kapsul ruang angkasa yang dibuat serta diluncurkan oleh para ahli yang trepandai dari suatu suku bangsa yang sudah maju. Kedua benda itu ditandai dengan adanya suatu bentuk fisik dan hal unulah yang menggolongkan kedua jenis benda tersebut didalam ruang lingkup kebudayaan materi. Dengan kata lain, eksistensi yang kongkrit dari suatu produk buatan manusia, tanpa memandan apapun juga ukuran, kerumitan pembuatan, tujuan, ataupun bentuknya, memberikan ciri kepada kebudayaan materi itu. Rumah, pakaian, mobil, kapal, gedung dan pesawat televise, semua ini adalah contoh-contoh dari kebudayaan materi tersebut.
2. Kebudayaan Non-Materi
Aspek non materi dari kebudayaan itu merangkum semua karya manusia yang ia gunakan untuk menjelaskan serta dijadikan pedoman bagi tindakan-tindakannya, dan itu tidak hanya dapat ditemukan dalam pikirannya orang-orang. Dikenal dua buah kategori dari kebudayaan non materi.
a. Norma-norma
Norma-norma itu dapat didevinisikan sebagai setandar-setandar tingkah laku yang terdapat didalam semua masyarakat, seperti bagaimana caranya berpakaian pada peristiwa-peristiwa tertentu atau bagaimana menegur atau menyapa orang-orang dikelas-kelas berlainan.
Istilah norma itu diinterpretasikan mencakup pengetahuan, keyakinan dan nilai-nilai. Konsep-konsep ini telah banyak didevinisikan dan dibahas sebagai unsure-unsur dari sistem-sistem sosial. Walaupun begitu, tidak ada salahnya bila dikemukakan bahwa semua pengertian yang ada pada pikiran manusia tentang dirinya sendiri, dunianya, serta hubungan dengan sesamanya membentuk kumpulan ide-ide (norma-norma) mereka.
Didala pengertian kebudayaan, ide-ide merangkum folklore (kisah-kisah rakyat), doktrin-doktrin keagamaan, teori-teori dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, filsafat pendidikan dan pemerintahan, aturan-aturan olahraga, perasaan-perasaan abstrak, system-sistem moralitas serta etika, maupun penjelasan-penjelasan lain dari dunia dimana seorang itu hidup.
b. Institusi-institusi
Institsi-institusi social pada hakikatnya adalah kumpulan-kumpulan dari norma-norma (struktur-struktur social) yang telah diciptakan untuk dapat melaksanakan suatu fungsi dari masyarakat.
Orang memandang “keluarga” (family) sebagai kelompok social tetapi dia tidak boleh mengacaukan konsep ini dengan KELUARGA, sebagai institusi social.
Sebagai institusi social keluarga bukanlah sebuah kelompok melainkan serangkaian pola-pola tingkah laku yang berhubungan dengan fungsi-fungsi untuk melahirklan (menurunkan) keturunan dan berfungsi sebagai perlengkapan masyarakat didalam membentuk warga yang mencerminkan identitas tempat. Keluarga sebagai sebuah kelompok social menjalankan banyak fungsi-fungsi institusi yang berhubungan dengan institusi-institusi diluar KELUARGA, seperti misalnya agama atau politik.
Norma-norma dan institusi-institusi dapat dikaitkan dengan cara demikian. Keyakinan terhadap monogamy atau terhadap keesaan Tuhan adalah ide-ide yang dapat diklasifikasikan sebagai norma-norma tunggal. Institusi KELUARGA dan agam terbentuk dari suatu paduan norma-norma yang mencakup norma kawin dengan hanya seorang istri didalam institusi yang pertama dan norma menyembah hanya satu Tuhan di dalam institusi yang kedua.
C. KOMPONEN-KOMPONEN STRUKTUR DARI KEBUDAYAAN
Penyelidik yang berminat untuk mengadakan suatu analisa yang cermat dan terperinci terhadap suatu kebudayaan tertentu, pada umumnya berpatokan pada apa yang disebut komponen-komponen struktur dari kebudayaan. Ini adalah suatu cara untuk meninjau isi atau susunan dari kebudayaan, yang mempumyai keuntungan-keuntungan analistis tertentu.
1. Elemen-elemen Kebudayaan (culture Traits)
Unit terkecil dari kebudayaan yang dapat diidentifisir (kenali) disebut istilah elemen kebudayaan. Suatu elemen kebudayaan materi boleh jadi lebih mudah dikenali dari pada suatu kebudayan non materi. Setiap kebudayaan benar-benar memiliki beribu-ribu cirri kebudayaan, yang dianggap sebagai unit-unit dasar dari kebudayaan itu.
2. Komplek Kebudayaan
Istilah yang dipakai untuk menyatakan suatu kombinasi dari elemen-elemen yang saling berkaitan yang membentuk persyaratan-persyaratan untuk situasi-situasi atau aktifitas-aktifitas ialah komplek kebudayaan. Kadang-kadang ada kekacauan mengenai perbedaan antara kata-kata elemen dan komplek. Sebenarnya, elemen-elemen kebudayan yang sama didalam peristiwa yang satu dapat disebut sebagai trait tetapi didalam peristiwa lain disebut sebagai komplek. Kontradiksi yang nyata ini akan dapat didekatkan satu sama lain melalui kontek dari pokok pembicaraan. Suatu aturan yang baik untuk diikuti ialah bahwa trait-trait merupakan unut-unit atau bagian-bagian terkecil yang mempunyai nilai penting secara langsung guna memahami komplek kebudayaan tertentu.
3. Pola Kebudayaan
Komplek-komplek kebudayaan juga saling terpadu untuk membentuk unit-unit yang lebih luas dari kebudayaan. Unit-unit terakhir ini disebut dengan istilah pola-pola dan konfigurasi-konfigurasi kebudayaan.
D. TIPE-TIPE PARTISIPASI KEBUDAYAAN
1. Partisipasi menyeluruh (universal), adalah trait-trait kebudayaan yang diperlukan bagi seluruh anggota masyarakat. Kemenyeluruhan kebudayaan itu diperlukan untuk eksistensi mereka di dalam suatu masyarakat bangsa tertentu, dan ini mencakup undang-undang serta adapt kebiasaan yang berhubungan dengan kehidupan keluarga, persekolahan, aktivitas-aktivitas bisnis, dan aktivitas tertentu dari pemerintahan.
2. Partisipasi Pilihan (Alternatives), adalah situasi-situasi dimana individu bisa memilih beberapa kemungkinan tindakan yang sama, atau hampir sama baiknya dimata masyarakat yang lebih besar
3. Partisipasi Kekususan (speciality) adalah aspek-aspek unuk dalam kebudayaan yang tidak diikuti oleh khalayak ramai secara umum. Semua kelompok masyarakat yang besar meliputi kelompok-kelompok yang dapat dikatakan khusus, didalam pengertian profesi, pekerjaan, atau agama.
E. KONSEP SUB KEBUDAYAAN
Semua masyarakat yang besar dan komplek memiliki cirri adanya kelompok-kelompok orang-orang yang memiliki cara-cara bertingkah laku secara khusus. Tingkah laku kelompok-kelompok semacam itu ditolerir oleh kelompok masyarakat yang lebih besar selama nilai-nilai masyarakat itu tidak diganggu gugat, meskipun secara umum orang mengetahui perbedaan yang ada. Sesungguhnya, ada batas toleransi yang berkisar dari suatu tingkat kecemasan yang tidak seberapa pada pihak kelompok masyarakat yang lebh besar (seperti misalnya sewaktu trait-trait kebudayaan yang ganjil dari para pembangkang atau non-konformis berada didalam ruang lingkup folkways), sampai kepada tingkat kecemasan yang besar bila mengalami ancaman atau diperkosa.
Istilah yanh dipakai untuk menyatakan kelompok-kelompok didalam sebuah masyarakat besar (society) yang memiliki sebuah kekhususan pola tingkah laku dengan jelas dapat dilihat ialah sub-kebudayaan. Kelompok-kelompok semacam itu sama-sama merupakan bagian dari kebudayaan total dari masyarakat besar itu, tetapi traut-trait kebudayan khusus mereka jumlahnya terlalu banyak dan terlalu unik bagi anggota-anggota kelompok-kelompok tadi sehingga tidak dapat dikatakan sebagai pertisipasi kekhususan. Sub-sub kebudayaan itu bisa timbul karena adanya sejumlah sebab, misalnya perbedaan latar belakang kebangsaan, perbedaan-perbedaan didalam corak pekerjaan, perbedaan kelas, perbedaan agama, dan pengalaman-pengalaman khusus lainnya.
F. KONSEP DARI KEPINCANGAN KEBUDAYAAN (CULTUREL LAG)
Iistilah Culturel Lag ini dikemukakan oleh Ogburn untuk menjelaskan situasi bila suatu bagian atau fase dari sebuah kebudayaan ketinggalan atau terbelakangdari bagian lain sehingga menimbulkan semacam kepincangan.
Ogburn merasa yakin bahwa aspek-aspek teknologi dari kebudayaan cenderung berkembang lebih cepat dibandingkan perkembangan dari cara menggunakan benda-benda itu. Selang waktu antara saat benda itu dikenalkan pertama kalinya dan saat benda ini diterima secara umum dan orang bisa menyesuaikan diri terhadapnya, ia sebut dengan istilah Culturel Lag.
Sudah lazim bahwa hasil-hasil ciptaan baru akan membutuhkan aturan-aturan serta pengertian baru yang berlawanan dengan hukum-hukum serta cara-cara bertindak yang lama. Beberapa kelompok kebudayaan memiliki sifat keterbukaan sedemikian rupa sehingga mereka malahan mengharapkan timbulnya perubahan itu dan m,enerimanya dengan mudah tanpa mengalami culturel lag yang terlalu besar. Sebagian masyarakat lagi sifatnya lebih tradisional dan waktu yang dibutuhkan untuk culturel lag lebih lama, itupun kalau masyarakat-masyarakat tersebut bisa berubah.
G. RELATIVISME KEBUDAYAAN : PERWUJUDAN DAN ARTI PENTINGNYA
Standar-standar tingkahlaku berhubungan dengan kebudayaan dimana standar-standar itu berlaku, yaitu suatu gejala yang disebut dengan istilah relativitas kebudayaan. Relativisme kebudayaan mejelaskan apa penyebab suatu perbuatan tertentu seperti memakai pakaian tanpa penutup dada dipandang pantas di dalam sebuah kebudayaan tertentu, sebaliknya hal itu dianggap sebagai perbuatan yang amoral dalam kebudayaan yang lain.
Sifat relative dari kebudayaan itu memberikan suatu penjelasan mengenai tingkah laku. Tiga dari perwujudan dan konsekuensi tingkah laku sebagai akibat prasarat yang ditentukan oleh kebudayaan yang ditinjau di sini :
1. Panetisme suku atau bangsa ( enthosentrisme)
Ethosentrisme ialah istilah yang dipakai untuk menyatakan kecenderungan menilai kebudayaan lain dibandingkan kebudayaannya sendiri. Kebanyakan individu bahkan mereka yang sudah memiliki tingkat pendidikan tinggi, pasa satu saat akan jatuh menjadikorban dari ethosentrisme ini. Foster mengisahkan tentang hal ini, yang diceriatakan kembali oleh seorang ahli antropologi wanita yang terlatih (Virginia Gutierrez de Pineda) yang mengadakan penyelidikan lapangan di kalangan orang-orang Indian Guafiro yang memelihara ternak di Semenanjung Guafiro di Colombia. Di dalam membuat analisa yang cermat, akan bisa membantu juga jika bisa membedakan antara kebudayaan yang ideal dari sebuah masyarakat dankebudayaan yang nyata dari kebudayaan. Besar kemungkinan akan berkurangnya ethosentrisme pada seorang ahli sesudah ia berlatih dengan kebudayaan sendiri sebagai subjeknya.
2. Goncangan kebudayaan (culture shock)
Istilah culture shock inipertama dipopulerkan oleh Kalervo Oberg. Ia menggunakan istilah ini untuk menyatakan dengan apa yang ia sebut sebagai suatu penyakit jabatan dari orang-orang yang dipindahkan ke dalam suatu kebudayaan yang berbeda dari kebudayaannya sendiri. Oberg menyatakan culture shock ini merupakan bentuk penyakit mental, yaitu penyakit yang tidak disadari oleh korbannya. Oberg mengemukakan empat tahap yang membentuk culture shock bagi orang-orang yang terjun dibidang karier.
Tahap pertama atau tahap inkubasi ialah tahap suatu orang merasakan sebagai suatu pengalaman baru yang menarik.
Tahap kedua dtandai dengan suatu perasaan dendam dan tahap ini disebut dengn tahap krisis. Pada hal ini korban culture shock itu bersikap agresif dan bersekutu dengan orang-orang sebangsanya untuk mencemooh segala sesuatu yang dianggap buruk di negara yang ia datangi itu, dan pertemuan yang mereka adakan sesam mereka selalu memperdengarkan kritik-kritik yang mereka lontarkan terhadap corak kehidupan serta penduduk disitu, dan mereka akan menganggap semua penduduk itu buruk.
Tahap ketiga disebut tahap penyembuhan, pada tahap ini individu mampu memahami tanda-tanda yang bisa mereka pakai untuk mengorientasikan dirinya ke dalam kebudayaan yang baru itu, ia sudah sedikit banyak menguasai bahasa di situ sehingga ia tidak merasa lagi seratus persen terasing dari kalangan pergaulan dan ia akan dapat manyelesaikan masalah-masalah kehidupan yang biasa tanpa merasakan lagi adanya frustasi. Tanda terbaik untuk mengetahui bahwa orang itu sudah sembuh dari culture shock yaitu dengan kembalinya perasaan humor kedalam diri orang itu.
Tahap keempat yang disebut dengan tahap penyesuaian diri (adjustment), ini tidak berarti seseorang itu bisa membanggakan sesuatu yang ia lihat di negeri yang baru itu, tetapi disini ia tidak lagi memberontak kepada masyarakat atau adat-istiadat masyarakat negara itu.
3. Konflik kebudayaan ( culture konflik)
Di muka telah dijelaskan tentang konflik yang bisa timbul diantara anggota-anggota kebudayaan satu dengan anggota kebudayaan lain. Di Amerika Serikat dewasa ini terdapat banyak orang menimbulkan konflik kebudayaan di dalam pandangan mereka terhadap hal-hal seperti misalnya pembatasan kelahiran, pembacaan kitab injil di sekolah-sekolah, dan hubungan antar ras dapat dogolongkan ke dalam konflik kebudayaan dan masalah-masalah yang dihadapi oleh para imigran.
Konflik dipandang sebagai unsur normatif dari sebuah organisasi social. Karena itu para psikolog berusaha untuk mengembangkan sub-sub keahliannya, seperti tentang sosiologi kemiliteran.
H. IKHTISAR
Tujuan sosialisai adalah kebudayaan atau hubungan antar individu itu dengan kebudayaan. Karena itulah kenapa peril memahami masalah-masalah yang sehubungan dengan itu.
Pertama yang harus dipahami adalah perbedaan antara kebudayaan dan masyarakat. Dua istilah ini sering dicampur adukan karena kedua hal ini saling berkaitan. Kedua faktor itu dapat dibedakan dengan membayangkan suatu masyarakat itu terdiri dari orang-orang yang pada umumnya bertindak menurut aturan pokok tertentu tentang bagaimana sebaiknya bertindak, dan aturan ini menggambarkan kebudyaan mereka.
Norma-norma yaitu ide-ide dan nilai-nilai yang berhubungan dengan standar tingkah laku, termasuk ke dalam lingkungan kebudayaan non-materi, sebagaimana halnya pranata-pranata sosial, yang terbentuk dari norma-norma.
Komponen struktur kebudayaan membentuk suatu kerangka patokan untuk mencatat dan menganalisa tingkah laku yang konkrit. Elemen-elemen kebudayan dipandan sebagai unit terkecil dari kebudayaan yang dapat diketahui. Suatu kombinasi trait-trait yang berkaitan membentuk persyaratan yang perlu untuk akivitas tertentu dipandang sebagai sebuah kompleks. Kompleks kebudayaan yang bersatu untuk membentuk unit-unit kebudayaan yang lebih besar, disebut pola-pola kebudayaan.
Culture lag menyatakan situasi yang timbul bila salah satu aspek kebudayaan ketinggalan di belakang aspek lain, misalnya bila kemajuan teknologi sudah melampaui perkembangan hokum yang ada. Bila suatu praktek telah kehilangan arti penting fungsinya, akan tepati masih dipertahankan karena adat-istiadat menghendakinya, praktek tersebut disebut suatu cultural survival.
Standar tingkah laku berkaitan dengan kebudayaan dimana standar itu ada, suatu fenomena yang disebut dengan relativitas kebudayaan. Ethosentrisme adalah praktek menilai kebudayaan lain atas dasar kebudayaan sendiri, dan itu merukan suatu masalah yang timbul akibat kerelatifan kebudayaan. Culture shock, keadaan mental yang dialami oleh seorang yang masuk ke dalam kebudayaan baru, juga berhubungan dengan perbedaan-perbedaan yang ada diantara kebudayaan yang satu dan kebudayaan yang lain. Konflik kebudayaan timbul akibat dari relativitas kebudayaan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Istilah kebudayaan dan masyarakat (society), keduanya belum dibedakan satu sama lain. Maka sudah selayaknya pembedaan ini diberikan karena ke dua unsur itu sering kali dikacaukan maksudnya. Secara khusus, kebudayaan dapat dipandang sebagai semua cara hidup (way of life) yang dipelajari dan diharapkan, yang sama-sama diikuti oleh para anggota dari suatu kelompok masyarakat tertentu.
Suatu kelompok masyarakat (society) ialah sekelompok orang yang sedikit banyak terorganisir untuk mengadakan syarat-syarat yang diperlukan untuk dapat hidup harmonis antara satu sama lain.
Para ahli sosiologi pada umumnya sependapat bahwa isi dari kebudayaan itu dibagi menjadi dua buah unsur komponen yang nyata, yaitu komponen material dan non-material
Aspek non materi dari kebudayaan itu merangkum semua karya manusia yang ia gunakan untuk menjelaskan serta dijadikan pedoman bagi tindakan-tindakannya, dan itu tidak hanya dapat ditemukan dalam pikirannya orang-orang. Dikenal dua buah kategori dari kebudayaan non materi.
a. Norma-norma
b. Instutusi-instutusi
Komponen-komponen struktur dari kebudayaan yakni : Elemen-elemen Kebudayaan (culture Traits); Komplek Kebudayaan; Pola Kebudayaan.
TIPE-TIPE PARTISIPASI KEBUDAYAAN
1. Partisipasi menyeluruh (universal)
2. Partisipasi Pilihan (Alternatives
3. Partisipasi Kekususan (speciality)
Sifat relative dari kebudayaan itu memberikan suatu penjelasan mengenai tingkah laku. Tiga dari perwujudan dan konsekuensi tingkah laku sebagai akibat prasarat yang ditentukan oleh kebudayaan yang ditinjau di sini: panetisme suku atau bangsa ( enthosentrisme); Goncangan kebudayaan (culture shock); Konflik kebudayaan ( culture konflik).
HASIL DISKUSI KELOMPOK 1
Pertanyaan:
1. Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat untuk menjaga kebudayaan?
2. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan materi?
3. Apa yang dimaksud kebudayaan non materi apa saja yang meliputi didalamnya?
4. Kebudayaan non materi meliputi apa saja dan jelaskan?
5. Apa saja tipe-tipe partisipasi kebudayan? Dan jelaskan!
6. Apakah yang dimaksud dengan relatifitas kebudayaan?
Jawaban:
1. >Melestarikan kebudayaan dengan cara, yaitu dengan jalan memberikan sosialisasi tentang pentingnya kebudayaan local sebagai cikal bakal kebudayaan nasional
>Dengan cara membelejarkan kebudayaan daerah kepada generasi penerus agar kebudayaan tersebut tidak punah atau diklaim pihak lain.
2. Adalah suatu kebudayaan yang meliputi segala sesuatu yang telah diciptakan dan digunakan oleh manusia dan mempunyai bentuk yang dapat dilihat dan diraba.
3. Adalah semua karya manusia yang ia gunakan untuk menjelaskan serta dijadikan pedoman bagi tindakan-tindakannya, dan itu tidak hanya dapat ditemukan dalam pikirannya orang-orang.
4. Norma-norma
Norma-norma itu dapat didevinisikan sebagai setandar-setandar tingkah laku yang terdapat didalam semua masyarakat, seperti bagaimana caranya berpakaian pada peristiwa-peristiwa tertentu atau bagaimana menegur atau menyapa orang-orang dikelas-kelas berlainan.
Institusi-institusi
Institsi-institusi social pada hakikatnya adalah kumpulan-kumpulan dari norma-norma (struktur-struktur social) yang telah diciptakan untuk dapat melaksanakan suatu fungsi dari masyarakat.
5. Partisipasi menyeluruh (universal), adalah trait-trait kebudayaan yang diperlukan bagi seluruh anggota masyarakat. Kemenyeluruhan kebudayaan itu diperlukan untuk eksistensi mereka di dalam suatu masyarakat bangsa tertentu, dan ini mencakup undang-undang serta adapt kebiasaan yang berhubungan dengan kehidupan keluarga, persekolahan, aktivitas-aktivitas bisnis, dan aktivitas tertentu dari pemerintahan.
Partisipasi Pilihan (Alternatives), adalah situasi-situasi dimana individu bisa memilih beberapa kemungkinan tindakan yang sama, atau hampir sama baiknya dimata masyarakat yang lebih besar
Partisipasi Kekususan (speciality) adalah aspek-aspek unuk dalam kebudayaan yang tidak diikuti oleh khalayak ramai secara umum. Semua kelompok masyarakat yang besar meliputi kelompok-kelompok yang dapat dikatakan khusus, didalam pengertian profesi, pekerjaan, atau agama.
6. Standar-standar tingkahlaku berhubungan dengan kebudayaan,
dimana standar-standar itu berlaku. Relativisme kebudayaan mejelaskan apa penyebab suatu perbuatan tertentu seperti memakai pakaian tanpa penutup dada dipandang pantas di dalam sebuah kebudayaan tertentu, sebaliknya hal itu dianggap sebagai perbuatan yang amoral dalam kebudayaan yang lain.
0 Response to "KEBUDAYAAN SEBAGAI TUJUAN DARI SOSIALISASI"
Post a Comment
Saya persilakan menambahkan komentar untuk melengkapi postingan blog di atas.
Semoga bermanfaat & menginspirasi buat semua...