Fakta Tentang Pinjaman Online dan Perlindungan Konsumen di Mata Masyarakat
Maraknya layanan pinjaman online yang memberi banyak kemudahan dalam pengajuannya, ternyata direspon sangat baik oleh masyarakat. Pinjaman online atau lebih dikenal dengan istilah PINJOL menjadi "penyelamat" yang datang ketika ada orang yang sangat membutuhkan bantuan finansial dalam kondisi yang terdesak. Namun, perkembangannya makin kesini justru memunculkan efek samping yang cukup meresahkan, yaitu ketika terjadi gagal bayar oleh nasabah alias peminjam.
Salah satu yang paling banyak dikeluhkan oleh masyarakat adalah tentang penagihan atau debt collection yang dianggap tidak manusiawi, bahkan cenderung melanggar hukum. Mengapa hal ini bisa terjadi? Bagaimana mengatasi hal ini? dan bagaimana sebenarnya duduk perkaranya? Kita bahas hal ini nanti.
Salah satu bentuk fintech yang langsung bersentuhan dengan masyarakat adalah Peer to Peer Lending, atau masyarakat lebih mengenalnya dengan istilah Pinjaman Online (Pinjol). Sejatinya, pinjaman online tidak otomatis Peer To Peer (dari perorangan untuk perorangan). Pinjaman online bisa juga berbentuk Private Lending (dari perusahaan untuk perorangan). Namun poinnya tetap sama, yaitu Lending alias pinjaman.
Teknologi Finansial saat ini memungkinkan seseorang untuk mengajukan pinjaman uang dengan lebih cepat dan lebih mudah. Dulu, sebelum ada fintech, seseorang yang ingin mendapatkan pinjaman ke bank harus punya rekening bank, datang langsung ke bank, mengisi form dan menyerahkan berkas-berkas yang disyaratkan. Lalu bank akan melakukan survei. setelah survey selesai, bank akan melakukan analisis kelayakan. Kemudian jika semuanya lancar, pinjaman baru bisa dicairkan.
Sekarang, dengan adanya fintech, seseorang yang ingin mengajukan pinjaman cukup mendownload aplikasi atau mengakses website penyedia layanan pinjaman, mengisi data dan mengupload dokumen yang dibutuhkan, dan dalam hitungan hari, pinjaman langsung cair ke rekening nasabah.
Perbandingan kecepatan antara bank konvensional dengan pinjaman online cukup signifikan. Bank bisa makan waktu 7-14 hari kerja, sementara layanan pinjaman online antara 4 jam sampai 3 hari saja. Kemudahan dan kecepatan inilah yang membuat masyarakat lebih responsif terhadap apa yang ditawarkan oleh Pinjaman Online. Tak mengherankan, dalam 2 tahun sejak kemunculannya, layanan pinjaman online langsung menjamur hingga jumlahnya mencapai ratusan. Sesuatu yang jauh sekali dibandingkan bank konvensional yang dalam 2 tahun belum tentu muncul 1 bank baru.
Pesatnya pertumbuhan penyedia layanan pinjaman online ini rupanya tidak diikuti dengan edukasi yang memadai kepada masyarakat. Akhirnya, efek samping pun muncul. Salah satu yang paling ramai saat ini adalah prosedur penagihan nasabah yang mengalami gagal bayar atau terlambat melewat jatuh tempo. LBH Jakarta mencatat hingga Mei 2018 sudah ada 283 pengaduan kasus penagihan yang dianggap melanggar hukum.
Beberapa perlakuan tak pantas yang diterima oleh para nasabah pinjaman online antara lain: menagih ke orang lain alias bukan kontak darurat yang datanya diambil dari daftar kontak ponsel nasabah saat mengajukan pinjaman. Kasus lainnya adalah chat dan telepon yang menggunakan kata-kata tidak sopan, intimidasi, dan ancaman.
Berangkat dari makin maraknya keluhan mengenai cara penagihan pinjaman online, Modalantara.com yang secara rutin menggelar acara diskusi seputar fintech bernama FINTEKTOK. Acara yang sudah kedua kalinya ini diselenggarakan pada hari Minggu tanggal 18 November 2018. Modalantara.com melakukan kegiatan FINTEKTOK #2 yang mengambil tema "Pinjaman Online dan Perlindungan Konsumen". Acara FINTEKTOK #2 ini sedikit berbeda dengan FINTEKTOK #1 dimana pada kegiatan kali ini, tim FINTEKTOK bertanya langsung kepada masyarakat yang sedang berkumpul di acara Car Free Day Jakarta, mengenai pinjaman online dan seputar kasus yang sedang marak diberitakan.
Dari hasil bertanya langsung kepada berbagai kalangan masyarakat dari beragam latar belakang ekonomi dan pendidikan, terungkap beberapa hal yang cukup menarik sebagai bahan diskusi bersama.
Pertama, bahwa ternyata masih banyak masyarakat yang belum benar-benar tahu mengenai fintech, khususnya pinjaman online. Sebagian dari mereka menganggap fintech adalah pinjaman online belaka. Akibatnya, hampir semua yang ditemui di acara FINTEKTOK #2 mengaku tidak tahu bahwa ada perusahaan pinjaman online yang terdaftar di OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan ada yang tidak atau belum terdaftar. Hal ini menarik karena ternyata sebagian pengguna pinjaman online yang mengalami kasus penagihan ternyata menggunakan layanan pinjaman online dari perusahaan yang belum terdaftar di OJK. Pihak OJK sendiri mengatakan bahwa perusahaan yang belum terdaftar namun sudah melakukan transaksi dengan nasabah adalah perusahaan abal-abal atau ilegal.
Kedua, ternyata masyarakat sebenarnya menyadari bahwa kebutuhan untuk pinjaman online sejatinya untuk keperluan yang sifatnya darurat, mendesak, dan jumlahnya sangat terjangkau untuk dilunasi. Sebagian besar pinjaman online atau dikenal juga dengan istilah Peer To Peer Lending (P2P Lending) memang dibatasi oleh regulasi OJK dimana jumlah pinjaman perorangan maksimal adalah 5 juta rupiah. Jumlah ini tentu sangat jarang ditemui di perbankan konvensional, dan jikapun ada maka prosedur untuk mendapatkannya jauh lebih lama dan rumit dibanding menggunakan aplikasi pinjaman online. Karena itulah, pinjaman online masih memikat bagi banyak orang sebab menawarkan kecepatan dan kemudahan bagi masyarakat yang membutuhkan dana dalam waktu mendesak.
Ketiga, berkaitan dengan kasus penagihan yang meresahkan, publik terbagi dalam 3 pendapat. Pendapat pertama justru menyalahkan nasabah yang tidak punya itikad baik dalam melunasi pinjamannya, sebab perusahaan P2P lending tentu tidak akan menagih nasabah apabila pembayarannya tepat waktu dan tidak melewati masa keterlambatan yang terlampau lama.
Pendapat kedua menyoroti cara-cara menagih yang tidak mempedulikan etika dan privasi nasabah serta perlakuan yang melanggar hukum lainnya. Dan pendapat ketiga juga mempertanyakan mengenai ada-tidaknya regulasi dari pemerintah terkait dengan aturan dan prosedur penagihan.
Sebagai portal informasi Fintech di Indonesia, modalantara.com senantiasa berupaya membantu menciptakan ekosistem yang positif bagi pertumbuhan fintech di Indonesia, dengan berperan serta aktif menyajikan informasi-informasi yang perlu diketahui oleh masyarakat mengenai fintech dan segala aktivitasnya. Acara FINTEKTOK sendiri sebagai salah satu offline activities dari modalantara.com berupaya menjembatani antara para stakeholder di industri fintech, yaitu pelaku usaha fintech, pemerintah, dan masyarakat.
Kalo aku kok tetep aja ngeri sama masalah pinjol ini ya? Bunga berbunganya itu loh, enggak kebayang. Semoga kita dijauhkan dari yang namanya hutang ya mom
ReplyDeleteSekarang urusan meminjam pun semakin dimudahkan. Tentu kitanya harus semakin berhati-hati. Jangan meminjam hanya supaya punya duit untuk bersenang-senang, ya
ReplyDeleteData kontak di ponsel juga ikut diketahui oleh penyedia pinjol?
ReplyDeletePrivacy yg ga ikutan minjem jd kebawa2 yaa. Bukan utk tagihan aja, tapi juga nyebarin info sepertinya.
Semoga acara Fintektok semakin mengedukasi masyarakat.
Sebenarnya pinjaman online itu sangat memudahkan sekali, apa lagu untuk UKM. Terima kasih untuk sharingnya mbak 😊😊
ReplyDeleteUrusan pinjam meminjam sekarang makin gampang ..Semoga ini tidak dipergunakan untuk hal yang enggak dibutuhkan.
ReplyDeleteSosialisai ke berbagai kalangan perlu nih agar semua tahu kepentingan dan manfaat pinjaman secara online ini.
Kalau pinjang melalui online sih sah-sah saja yang penting terpercaya dan transparansi.
ReplyDeleteIklan pinjol yang bertebaran di internet ini banyak menarik perhatian konsumen, malah menganggap bahwa pinjol adalah solusi. Malah ada yang mikir kan online, apa mungkin mereka nagih sampai segitunya ke saya kalau telat bayar?
ReplyDeleteMereka ga tau kalau resikonya sangat buruk. Selain bunga yang tinggi, intimidasi, minta ke semua orang yang ada di kontak kita. Kalau saya jauh-jauh deh dari pinjol