SATUGURU Memecah Belenggu
Mentari pagi mulai mengintip dari balik genting sekolah. Perlahan tapi pasti, hangatnya kian menyelimuti. Anak-anak sudah ramai bercengkrama bersama teman sepermainannya, meskipun pertemuan tatap muka baru dilaksanakan sebesar 50% saja.
Bel tanda masuk sekolah berdering. Aku berjalan tergesa menuju ruang di pojok sekolah, di mana siswa-siswi kelas lima dan kelas dua bergerombol. Kulihat sudah ada guru olahraga yang berusaha membubarkan kerumunan itu.
"Ada apa ini?" Tanyaku pada salah satu siswa. Kulihat sudah ada seorang siswa laki-laki kelas lima bertubuh gimbul yang menangis. Jabar namanya.
"Ini Bu, Jabar nargeti duit anak kelas dua. Sambil nyekik-nyekik Bu." Lapor Aziz, sambil berusaha memegangi Jabar.
Kemudian ada Ade yang mendekat padaku, sambil memasang tampang emosi. Dia juga melaporkan hal yang sama dengan Aziz. Tapi begitu Ade ngomong, sontak Jabar bergerak akan memukulnya menggunakan tangan. Lagi-lagi mereka berdua dilerai oleh teman-temannya.
"Enggak Bu!" Teriak Jabar membela diri.
"Sudah-sudah, ayo masuk kelas dulu!" Sahutku berusaha meredam kekacauan yang terjadi di pagi hari.
Aku beranjak keluar kelas, melangkah menuju ruang kelas dua yang bersebelahan dengan kelas lima. Lalu aku mendekati seorang anak, kemudian menanyakan perihal ditarget sejumlah uang oleh Jabar. Namun guru olahraga yang ada di sebelahnya menepis prasangka itu. Beliau menjelaskan bahwa anak kelas dua itu memang menjanjikan uang dua ribu rupiah kepada Jabar. Entah apa alasannya.
Kupandangi dengan seksama kedua matanya untuk memastikan apakah betul pernyataan tersebut, ataukah hanya karena dia takut dengan ancaman dari orang lain. Anak kecil itu tak berkata banyak. Aku pun hanya mendengarkan. Setelah puas mendengarkan penjelasan ceritanya, aku kembali ke ruang kelas lima.
Ade dan Jabar masih berseteru. Mereka mempertahankan pendapat masing-masing. Aku menengahi. Teman-temannya terus berusaha melerai. Entah perkataan siapa yang benar. Aku tak ambil pusing, karena hari itu jadwalnya Penilaian Akhir Semester.
Aku berusaha memberikan beberapa nasihat kepada Jabar, agar tak lagi sembarangan menerima uang dari orang lain. Lalu aku menawarkan beberapa pilihan kepada kedua anak laki-laki tersebut. Segera mengakhiri pertengkaran itu, mengerjakan ujian di kantor saja, atau lebih memilih kutelponkan kedua ibu mereka agar menjemput pulang saja? Daripada membuat onar seisi kelas dan merugikan teman-teman lainnya.
Pada akhirnya mereka lebih memilih untuk diam dan duduk di kursi masing-masing. Aku pun tak lagi memperpanjang kasus ini. Mengingat mereka juga termasuk siswa yang aktif selama pembelajaran di kelas berlangsung. Lantas segera kumulai kegiatan pada hari itu.
Refleksiku dari 2021 Menuju Resolusi 2022
Selama pandemi, pembelajaran secara akademik tak bisa berlangsung maksimal. Kami hanya berinteraksi melalui benda canggih yang mati. Tak ada kejelasan raut wajah, tak tahu emosi anak-anak, tak bisa bercengkrama dengan bebas, dan tak bisa menegur dengan luwes.
Lain halnya jika kita bisa bertatap muka. Di sini guru bisa melihat sorot mata, tingkah laku, pembicaraan yang spontan, sehingga pembelajaran bisa dimaksimalkan. Juga untuk penerapan pendidikan karakter siswa, guru bisa membiasakan kebiasaan-kebiasaan yang sarat makna selama di sekolah. Guru bisa melihat langsung ekspresi anak-anak didiknya. Guru pun bisa spontan menegur bila ada kekeliruan baik disengaja ataupun tidak.
Pertemuan tatap muka 50% sudah mampu memecah belenggu keburukan, melalui penerapan pendidikan karakter di sekolah. Karena selama di rumah, kebiasaan-kebiasaan baik yang telah diajarkan di sekolah bisa saja luntur termakan lingkungan rumah. Apalagi untuk anak-anak yang tumbuh di lingkungan kurang mendukung pendidikan.
Maka dari itu, satu hal yang menjadi resolusiku di tahun 2022, yaitu ingin menjadikan anak didikku agar tidak hanya menjadi manusia yang cerdas secara akademis. Akan tetapi juga menjadi manusia yang berkarakter hebat. Karena kasus seperti yang telah kukisahkan di atas, tak hanya sekali terjadi. Tapi banyak kasus serupa yang terjadi.
Bel pulang sekolah berdering. Pertemuan kala itu segera kututup dengan doa, lalu kupersilakan mereka untuk pulang menuju rumah masing-masing.
Lamat-lamat suara kecil mereka mulai menghilang. Menjauh, menuju gerbang kumal. Aku terdiam, termenung dalam angan. Di pojok ruang kelas yang cat temboknya mulai mengelupas, aku menghela napas.
Tak terasa, aku telah sampai di penghujung tahun. Ujian, pengalaman, dan doa berpadu merangkai harapan bak arunika.
Kuputar lagi video peringatan hari guru di sekolahku melalui smartphone. Kegiatan yang hanya diikuti separuh dari siswa kami.
Pagiku cerahku matahari bersinar, kugendong tas merahku di pundak....
Suara lantang siswa-siswi kelas lima mengangkasa, mendendangkan lagu-lagu bertema Hari Guru. Semangat terpancar dari sorot mata mereka. Menggambarkan sejuta harapan dari #SATUGURU yang merebak di dada. Semoga kelak mereka menjadi manusia-manusia yang berguna.
Desember, 2021.
Keren mbak, saya selalu salut dengan profesi sebagai guru karena tidak ada yang lebih menyenangkan selain mendidik anak-anak untuk lebih maju di tengah peradaban.
ReplyDeletemba ami semoga tahun depan diberi kemudahan yah untuk dapat mewujudkan cita-citanya agar anak-anak didik bisa tumbuh tak hanya menjadi cerdas tapi juga mempunyai karakter yang hebat.
ReplyDeleteDoa dari guru memberikan harapan positif untuk anak didiknya.
ReplyDeleteSemangat selalu kak Ami mengabdi untuk bangsa sebagai pendidik, dan insyaAllah apa yang dicita-citakan tercapai
Impian seorang guru dan harapan terhadap muridnya agar menjadi hebat. Hal itu rumlah karena guru selalu ingin murid berhasil suatu saat nanti
ReplyDeleteSepakat sama mba Ami, saya bersyukur meski baru 2x seminggu anak belajar online saya cukup terbantu dengan didikan dan motivasi yang diberikan guru. Memang selain memilihkan sekolah dan menguatkan pendidikan anak di rumah, Orangtua juga bertugas menyediakan lingkungan yang baik untuk anak bertumbuh ya..
ReplyDeleteketika tatap muka pasti ada aja casenya ya mba tapi memang sebagai guru bisa melihat emosi, tatapan muka ya mba :) sehat selalu untuk mba dan semua yang profesi guru
ReplyDeleteSemangat mbaaa... semoga berkah ya mba jadi gurunya. Ilmunya jadi amal jariyah pahala. Aamiin. Anak2 muridnya pasti seneng nih punya guru kayak mba.
ReplyDeleteAlhamdulillah kalau si Jabar ini gak mintain uang tapi dikasi ya, cuma knp gak ditanya ke anak yg ngasi uang ini juga mbak?
ReplyDeleteMengajar secara daring emang gak mudah dan banyak tantangannya ya?
Semoga setelah ini saat vaksintercapai bisa segera tatap muka seperti dulu ya mbak?
Profesi guru tuh profesi yang menurut saya tuh susah lho. Susah dalam artian menjaga kesabaran, karena yang dihadapi itu anak-anak yang dititipkan ke kita. Sulit rasanya kalo seorang guru nggk punya kesabaran yg melebihi orang biasa spt saya. Walau mungkin kata orang sabar itu ada batasnya tapi banyak yang saya lihat guru-guru tuh kayak gak punya batas sabar, jadi sabar aja terus.
ReplyDeleteHari ini mulai PTM 100% ya mbak.. tadi anak anak tetangga pada berangkat sekolah dan liat wajahnya pada seneng bangettt.. ku ikutan senang .. walau masih ada corona.. tapi seenggaknya mereka udah vaksin.. moga sehat sehat semua guru dan murid muridnya
ReplyDeleteGuru dengan passion dan semangat begini nih yang di perlukan sekolah2...karena kalau guru hanya krn gaji... akan kerasa banget di anak2nya... makasi semangatnya ya mba :)
ReplyDeletealhamdulillah sekarang sudah mulai tatap muka 💯 ya bu.
ReplyDeleteanak anak juga sudah kangen pengennketwmu guru dan teman teman